Jumat, 15 Juni 2012

Cinta dikala gelap #part3

"Satu, dua, tiga." Deg, hatiku berdegub kencang, aku buka perlahan mataku, dan...

Aku buka mata ku perlahan. Sangat perlahan. Sekilas ku lihat cahaya, masih remang-remang memang. Semakin ku buka mata ku. Ku arahkan mata ku ke seluruh penjuru ruangan. Ah! Tuhan, terimakasih. Engkau mengabulkan doa ku. Ketakutanku hilang sudah. Mata ku sudah bisa melihat dengan jelas sekarang!

Setelah membuka perban mataku, mama mengajakku jalan-jalan ke salah satu mall. Mama mengajakku berbelanja. Menghilangkan segala kepenatanku selama seminggu hanya diam dikamar. Papa menyusulku di food court. Hari ini sungguh hari yang membahagiakan.

Kini setahun pun berlalu. Hari-hari indah yang penuh warna telah ku lewati. Kini pandangan ku tak lagi berwarna. Semua gelap. Ya, benar-benar gelap. Kemana pun aku memandang, semuanya gelap. Hitam.

"Dok.. kenapa sekarang anak saya tidak bisa melihat? Bukankah kecelakaan satu tahun yang lalu tidak membuat anak saya terluka parah? Jelaskan kepada saya dok.." racau Ibu Letta kepada sang dokter cantik. Dokter Nia, dokter yang dulu juga menangani anaknya.

"Begini bu, ternyata, karena senar biola yang cukup keras mengenai mata putri ibu, saya kira salah satu uratnya ada yang tergores. Maka dari itu mata Kira mengalami pendaharahan. Saya sudah memperingatkan, untuk melakukan check up selama 3bulan sekali. Tapi ternyata Kira tidak pernah melakukan check up. Hasil ronsen mengatakan bahwa urat bola mata Kira putus karena goresan itu. Kami tidak tahu bila itu berakibat sangat fatal. Hal ini akan dapat diantisipasi jika Kira melakukan check up. Kini, saya tidak bisa melakukan apa-apa selain pengoperasian." jelas dokter cantik muda itu panjang lebar. Ibu Letta hanya bisa menangis terisak melihat anaknya. Kini Kira menunggu diruang depan bersama bibi. Suami Ibu Letta mencoba menenangkannya. Putri semata wayangnya, yang menjadi harapannya, kini tak bisa melihat. Mereka hanya bisa meratapi nasib gadis nya itu. Bagaimana dengan masa depannya?

"Dok, kami akan lakukan apa saja demi anak kami bisa melihat lagi dok." ucap Pak Danniel, suami Ibu Letta, dan juga papa dari Kira.

"Untuk saat ini, kami harus menunggu ada yang mendonorkan mata. Bank mata tidak dapat kami harapkan, maka dari itu, kami harapkan bantuan dari Bapak Ibu untuk mencari donor mata untuk Kira. Maka kami dapat melakukan operasi secepatnya."

"Baiklah dok, terimakasih. Kami akan menghubungi dokter secepatnya." kata Pak Danniel sambil menjabat tangan dokter Nia. Ibu Letta masih tak bisa berhenti menangis. Air matanya terus tumpah. Putri kesayangannya harus mendapat cobaan seberat ini. Tuhan, bantu anakku.. ujarnya lirih dalam hati.

"Maa, mama kenapa nangis?" Kira yang mendengar papa dan mamanya keluar dari ruangan dokter dan suara mama yang terisak, ia berfikir, sesuatu yang sangat buruk pasti terjadi. Apakah mungkin aku takkan bisa melihat lagi?

"Mama ga kenapa-napa kok sayang, yuk kita pulang." ucap Ibu Letta lembut ditengah isak tangisnya. Ibu Letta tetap mencoba untuk tenang. Tapi Ibu Letta tetap tak bisa menyembunyikan isak tangisnya terhadap Kira.

Selama perjalanan pulang, semuanya terdiam. Aku diam, tak berbicara apa pun. Aku tak ingin menanyakan keadaanku kepada orang tua ku. Aku tau apa yang terjadi. Walaupun sekarang aku buta, ya buta! Aku bisa mendengar segalanya. Jika ingin dapat melihat, aku harus mendapatkan donor mata yang cocok untukku. Dan entah kapan itu akan terjadi.

Sesampainya dirumah, aku minta diantar ke kamar ku oleh bibi. Aku mengurung diri ku. Hanya bibi lah yang menemaniku. Aku memang sangat dekat dengan bibi. Bi Inah namanya. Dialah orang terdekat ku selain mama dirumah. Disekolah, aku mempunyai sahabat. Namanya Gracia. Hanya saja, sekarang dia sedang sibuk dengan Ujian Akhir Sekolah. Harusnya aku ikut ujian, namun apalah daya? Ingin aku bilang kepada mama, kalau aku tak ingin sekolah. Bagaimana bisa sekolah? Melihat pun aku tak bisa! Rasanya ingin sekali aku berteriak, melepaskan segala beban didiriku. Siapakah yang harus kusalahkan? Tuhan? Tak mungkin! Aku yakin, dibalik semua ini, Tuhan memberikan segala keindahannya untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar