"Aww." teriak tertahannya saat merasakan matanya sangat sakit. Untunglah konser sudah berakhir, namun kepanikan menjalar di belakang panggung. Mata Kira mengeluarkan darah. Semua temannya panik, Kira pun segera dibawa ke Rumah Sakit terdekat.
-Rumah Sakit-
Kini aku terbaring di salah satu bangsal rumah sakit ini. Aku merasakan perih dan sakit pada mataku. Kini mata sebelah kiri ku telah diperban. Mama menungguiku selama aku dirumah sakit ini. Sedangkan papa baru bisa datang besok karena pekerjaannya. Sebetulnya aku sudah boleh pulang, tetapi kata dokter besok akan dilakukan cek lanjutan, jadi mama memutuskan untuk melakukan inap rawat. Teman-teman yang tadi mengantar ku sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Kini aku hanya berdua dengan mama. Ruangan ini terlalu besar jika hanya untuk kami berdua.
"Ma.." suaraku memecahkan heningnya suasana.
"Iya sayang, kenapa?" ucap mama lembut.
"Mataku ga akan kenapa-napa kan ma?" ujarku lirih. Menahan pedihnya sakit mata ini. Juga menahan perasaan yang kalut, aku takut jika aku takkan bisa melihat lagi.
"Gapapa kok sayang, kata dokter matamu ga kenapa-napa." suara mama yang lembut begitu menenangkan ku. Seorang malaikat tanpa sayap, yang selalu menjaga ku dikala aku senang maupun sedih. Aku anak satu-satunya dari malaikat ini. Papa sering berpergian karena pekerjaannya, jadi hanya aku dan mama dirumah. Papa biasanya pulang saat hari libur saja.
Esok harinya, aku menjalani check up. Aku merasa lelah setelah menjalani semua proses. Untung lah, aku langsung dibawa pulang oleh papa. Aku terbaring lemah dikamar ku. Aku diberi waktu seminggu untuk beristirahat dirumah. Bosan rasanya hanya sendiri. Aku ingin masuk sekolah, tetapi mata ku masih diperban. Aku berharap ini cepat sembuh.
Minggu ini, mama membawa ku kembali ke rumah sakit. Katanya untuk membuka perban mataku. Rasa deg-degan menjalar ditubuhku. Bagaimana tidak? Aku takut jika perban mata ini dibuka, aku tak bisa melihat apa-apa lagi. Ya tuhan, tolong hambamu ini tuhan.. ujar ku dalam hati. Berharap semua baik-baik saja.
"Sekarang kamu tutup kedua mata kamu dulu ya Kira, kita mau mulai pembukaan perban dimatamu" ucap seorang dokter yang sangat cantik. Ia masih muda, kira-kira umurnya masih 20 tahunan. Hebat sekali dia, dalam usia yang muda ia bisa menjadi dokter senior.
Aku mulai menutup mata ku perlahan. Tangan sang dokter kini ada diwajah ku. Membuka pelan perban mata ku. Aku dan mama dilanda cemas. Mama menggenggam tangan ku erat. Saat perban selesai dibuka, aku masih ragu. Sekilas siluet cahaya terbesit dimataku.
"Sekarang, buka matamu pelan-pelan dalam hitungan yang ke tiga ya Kira." ucap sang dokter lembut. Aku menggangguk pelan, tanda ku telah mengerti.
"Satu, dua, tiga." Deg, hatiku berdegub kencang, aku buka perlahan mataku, dan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar