Jumat, 27 Juli 2012

Happy Birthday (^人^)

Happy birthday hilda...
Happy birthday hilda...
Happy birthday happy birthday happy birthday hildaaa....

Oke sebenernya telat banget buat ngomongin ulang tahun gue ya.
Karna ulang tahun gua jatuh tepat pada tanggal 22 Juli.
Ini ulang tahun gua yang ke 17.
Cieee yang udah 17 tahun...

Sayangnya, nothing special when I'm 17th
Ga tau kenapa. Yaaa mungkin ga ada orang yang peduli ama gua kali yaaaa
Entahlah, ga peduli juga gua

Yang jelas gua belom siap buat berumur 17th
Berasa tua banget gitu -_-
masih pengen jadi anak anak
masih pengen mudaaaaa

udah ah, curcol gua makin ga jelas
dan numpung belom semakin ga jelas
udahan dulu yaaa

(^Ő^)/ ŐĶĂŶ......!!!

Senin, 09 Juli 2012

Cinta dikala gelap #part4

"Bi.." suaraku lirih

"Iya non, kenapa?" bibi menghampiriku, terasa oleh ku hembusan nafasnya. mungkin ia sedang sangat dekat dengan ku. entah lah, aku kan tidak bisa melihat.

"Tolong ambilin handphone ku dong bi."

"Ini non," bibi menyerahkan ponsel kepada ku. namun aku tak bergerak untuk mengambilnya.

"Tolong telponin Dion bi," bibi pun langsung mencari kontak Dion dalam handphone ku. Setelah ditemukannya, dia langsung memencet tombol dial. Saat nada sambung Dion terhubung, bibi segera menyerahkan handphone kepadaku.

"Makasih bi, bibi tolong keluar dulu ya." ku dengar suara langkah kaki bibi dan suara tutupan pintu.

"Hallo, Kira?" sapa seorang lelaki manis diseberang sana.

"Hallo Dion," tanya ku ragu. "Kamu bisa kerumahku sepulang sekolah nanti?"

"Maaf Kir, aku udah ada janji sama Clarissa nanti mau bantuin dia hunting buat lomba nanti. Maaf ya."

"Yaudah gapapa, maaf ya udah ganggu kamu." aku langsung menutup sambungan telepon. Aku merasakan cairan hangat mengalir dipipi ku. Tuhan, apakah firasat ku kali ini benar? Aku berdoa dalam hati. Semoga ini hanya prasangku saja.

"Non, non gapapa?" Bi Inah khawatir melihatku menangis. Aku hanya menjawab singkat bahwa aku tidak apa-apa. Dan menyuruhnya keluar kamar, karena aku ingin istirahat. Kini aku berbaring ditempat tidurku, kamarku. Entah apa yang ku tatap. Semuanya gelap. Namun aku masih bisa merasakan hangatnya air mataku yang mengalir terus menerus. Memikirkan segalanya, akan masa depanku yang begitu gelap, begitu juga akan hubungan ku dengan Dion.

Tak terasa, aku telah tertidur lama sekali. Aku dibangunkan oleh mama pada saat makan malam. Ia menyuapi ku, begitu sabar. Namun aku masih bisa mendengar isak tangisnya. Menangisi nasib anak perempuan satu-satunya yang ia miliki, tidak dapat melihat lagi.

"Maa, aku udah diberentiin dari sekolah kan ma?" tanyaku lirih, membuat mama mematung sesaat mendengar pertanyaan dari ku.

"Engga kok sayang, kok kamu ngomong begitu sih?" getaran suara mama begitu terasa oleh ku, tangannya yang lembut membelai halus rambutku.

"Aku aja udah ga bisa ngeliat mah, gimana aku bisa sekolah. Mama mau aku jadi bahan ejekan temen-temen aku karna aku buta?" nada suaraku agak meninggi, namun itulah yang kurasakan. Aku tak tau harus berbuat apa lagi, aku tak bisa melihat. Siapa pun akan melihatku dengan tatapan kasihan, aku tak mau dikasihani. Dan aku yakin, Clarissa pasti sedang merayakan keberhasilannya merebut Dion dariku. Dion pun takkan mau punya pacar buta seperti aku.

"Kamu ga boleh ngomong gitu, temen-temen kamu sayang sama kamu. Kamu ga akan diejek sama mereka kok sayang."

"Sahabat-sahabat aku mungkin iya, tapi orang-orang yang ga suka sama aku? Kan banyak maa."

"Secepatnya papa sama mama akan nemuin orang yang mau donorin mata buat kamu sayang" Kali ini mama memelukku erat, ia tak bisa lagi membendung rasa sakitnya, tangisannya pecah.

"Kamu pasti bisa ngeliat lagi sayang." Mama mengecup keningku lembut.

❁◕ ◕❁

"Hai Kir, lo baik baik aja kan?" Sapa ku lembut, ku sentuh halus rambutnya. 

"Menurut lo gue baik dengan mata ga bisa liat? Hahaha" ironi mendengar tertawanya yang begitu menyakitkan.

"Nih, gue bawain kesukaan lo." ku berikan permen lolipop fantasy berukuran besar untuknya. Permen kesukaannya. Dulu aku selalu melarangnya untuk membeli permen yang berukuran besar. Namun tidak untuk kali ini. Mungkin ini bisa menghiburnya.

"Makasi Iaa, lo tau aja apa yang gue butuh." akhirnya ia tersenyum, senyum pertama semenjak ia tak bisa melihat. Tangannya menggapai udara, kupeluk ia erat. 

"Eeeem, Ra, lo udah putus sama Dion?" tanyaku hati-hati. Takut menyinggung perasaannya.

"Belom, kenapa? Dia udah jadian sama Clarissa ya?" 

"Eeem, ga tau sih ra, tapi gue liat, si Clarissa nempelin Dion terus. Maaf ya ra, ga seharusnya gue ngomong gini." Aku merasa sangat bersalah sudah mengatakan ini padanya. Namun aku tak bisa terus membohonginya.

"Kenapa lo harus minta maaf sama gue? Dari awal juga gue tau, semuanya bakal kayak gini. Dion bakal ninggalin gue karna gue buta. Pasti semua orang disekolah juga tau kan kalo gue buta."

"Kok lo bisa tau sih ra?"

"Dia aja ga pernah jenguk gue dari semenjak gue dirumah sakit. Dia aja jalan terus sama Clarissa."

Ucapannya begitu menusuk hatiku. Tega banget si Dion ninggalin Kira gitu aja disaat Kira lagi kayak gini. Dulu ngejar ngejar, sekarang giliran susah dia buang gitu aja. Aku ga bisa tinggal diam, aku akan bikin perhitungan sama Dion.